KOTA BOGOR - Sebagai kota yang kaya akan kuliner, memiliki banyak pelaku ekonomi kreatif (ekraf), dan didukung kemudahan dalam berinvestasi, ini menjadi modalitas awal untuk memperkuat langkah menuju "Bogor City of Gastronomy", tidak hanya di Jawa Barat tapi juga di Indonesia.
Para pelaku ekraf, pengusaha, media, pemerintah serta berbagai stakeholder lainnya berkumpul menggelar sebuah diskusi bersama iDEA Friends yang digelar oleh Ideafest di Samsara, Jalan Jalak Harupat, Kota Bogor, Rabu (11/6/2025).
Dalam diskusi tersebut turut hadir Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim. Ia menyampaikan bahwa topik Bogor City of Gastronomy ini merupakan sebuah upaya untuk menguatkan kuliner yang ada di Bogor agar lebih dikenal lagi di tingkat nasional maupun internasional.
"Bogor itu punya banyak sekali kekayaan kuliner, laksa, soto kuning, sop buntut, asinan, doclang, toge goreng, roti unyil, cungkring, dan masih banyak lagi. Modalitas inilah yang kemudian kita coba kapitalisasi, kita jadikan sebagai branding Kota Bogor ke depan," ucapnya.
Sehingga Kota Bogor sebagai City of Gastronomy akan diingat sebagai kota yang memiliki kekayaan kuliner yang spesifik.
Selain modalitas kekayaan kuliner, Bogor juga memiliki modalitas kemudahan berinvestasi dengan adanya pelayanan terpadu yang ditempatkan dalam Mal Pelayanan Publik yang bisa melayani 144 perizinan.
Dedie Rachim mengungkapkan bahwa iklim investasi di Kota Bogor terus berkembang positif, bahkan saat pandemi Covid-19 para pengusaha muda mengajukan izin usaha baru yang jumlahnya mencapai 500 pengajuan.
"Jadi sebuah kota itu bukan sebuah kumpulan dari gedung saja. Sebuah kota itu harus ada jiwanya. Jadi kumpulan dari orang-orang kreatif, orang-orang yang punya kepedulian, punya satu keinginan, kita kumpulkan menjadi sebuah entitas yang nantinya akan mendukung Bogor sebagai City of Gastronomy," katanya.
Selain itu, keberadaan universitas di Kota Bogor juga diharapkan bisa mendukung konsep tersebut.
Dilihat dari jurnal penelitian, ada beberapa penelitian yang dilakukan bahwa Kota Bogor merupakan Kota Gastronomi.
Di antaranya adalah penelitian dari Dhanik Puspita Sari, Sekolah Tinggi Pariwisata Bogor Indonesia, Program Studi S1 Pariwisata. Ia membuat penelitian Strategi Pengembangan Wisata Gastronomi di Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitiannya membahas tentang wisata gastronomi yang menjadi minat khusus bagi para wisatawan yang berkunjung ke Kota Bogor.
Kemudian ada juga penelitian dari Kania Sofiantina dari Sekolah Vokasi IPB University dan Annisa yang membahas tentang The Traditional Program in Bogor City, West Java, Based on Tourist Preferences.
Founder of Joongla, Farah Mauludynna juga bercerita, bahwa Joongla sempat mengikuti forum internasional berkaitan dengan UNESCO Creative Cities Network (UCCN) serta The World Economic Forum yang salah satu pembahasannya yakni gastronomi akan menjadi the next ekonomi yang berkembang.
Ia pun mengaku kaget saat menerima undangan untuk hadir dalam kegiatan gastronomi di Bogor.
"Iya kaget juga ketika dikontak teman-teman penyelenggara, Bogor mau menjadi bagian dari UCCN, karena memang pengetahuan tentang gastronomi ini belum begitu luas, sehingga masyarakat atau market harus terus diedukasi," ujarnya.
Secara singkat, ia menyebut bahwa gastronomi yaitu tentang bagaimana proses pembuatan makanan dari berbagai macam aspek, seperti geografi, antropologi, sosiologi, yang gambaran mudahnya bisa dilihat dari keberadaan tumpeng yang memiliki jejak filosofi, tradisi, budaya, dan sejarahnya.
Ia mengatakan bahwa kota-kota di dunia, termasuk di Asia, telah banyak yang mendeklarasikan sebagai kota gastronomi. Di mana dalam satu kota itu memiliki kuliner yang sejak bahan baku sampai hasil akhirnya bisa dilacak atau bisa dilihat langsung yang dikombinasikan dengan narasi sejarahnya.
Berkaitan dengan Kota Bogor yang akan menuju Kota Gastronomi, ia pun menanggapi positif kepemimpinan Dedie Rachim yang sangat visioner. Sebab menurutnya semua dimulai dengan cinta dan keberanian. (***)