PENDIDIKAN

Refleksi Hari Pancasila di Provinsi Jambi: Menagih Janji di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah

Heri Suprayogi
01 Juni 2025, 23.02 WIB Last Updated 2025-06-01T16:02:42Z
masukkan script iklan disini


Opini: Muhammad Rizky Agung (Presiden Mahasiswa UIN STS Jambi)


JAMBI - Setiap tanggal 1 Juni, denting lonceng sejarah kembali bergema di seluruh penjuru Indonesia, tak terkecuali di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini. Hari Pancasila adalah momentum sakral untuk kita berhenti sejenak, merenung, dan bertanya: sudahkah nilai-nilai luhur Pancasila benar-benar bersemi di tanah Jambi, ataukah ia hanya menjadi jargon tanpa makna, terutama bagi mereka yang memegang amanah kekuasaan?


Pancasila adalah roh yang seharusnya menjiwai setiap gerak pembangunan, setiap kebijakan, setiap program yang dilahirkan oleh pemerintah daerah Jambi. Ia adalah kompas moral untuk memastikan keadilan, kesejahteraan, dan persatuan bukan sekadar mimpi di siang bolong. Namun, refleksi di Hari Pancasila kali ini tak bisa dipungkiri, memunculkan pertanyaan kritis: sejauh mana cita-cita Pancasila terwujud di tengah hiruk pikuk permasalahan yang masih membelit masyarakat Jambi?


Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, seharusnya menjadi landasan toleransi dan kerukunan umat beragama. Namun, di Jambi, kita masih sesekali mendengar gesekan, atau bahkan praktik diskriminasi terselubung terhadap kelompok tertentu. Apakah ini mencerminkan pemimpin yang benar-benar memegang teguh nilai ketuhanan, ataukah toleransi hanya sebatas bibir?


Lalu, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Di lapangan, suara-suara sumbang masih sering terdengar. Konflik agraria yang tak kunjung usai, di mana hak-hak masyarakat adat atau petani kecil seringkali terpinggirkan di hadapan kepentingan korporasi besar, adalah bukti nyata. Apakah peradaban kita memang sudah beradab, ketika jeritan rakyat kecil di pelosok Jambi seringkali tak terdengar oleh telinga penguasa? Korupsi yang masih saja menghantui beberapa sektor juga menjadi catatan hitam yang mengikis kepercayaan publik. (1/6/2025).


Persatuan Indonesia adalah jantung dari keberagaman Jambi, dari Muaro Jambi hingga Kerinci, dari Melayu hingga Suku Anak Dalam. Namun, polarisasi politik menjelang Pilkada atau Pemilu seringkali menyisakan luka yang dalam, memecah belah masyarakat hingga ke akar rumput. Di mana peran pemerintah daerah dalam merajut kembali tali persaudaraan yang terkadang renggang akibat perbedaan pilihan atau kepentingan sesaat? Mengapa narasi-narasi yang berpotensi memecah belah masih mudah menyebar dan kurang ditindak tegas?


Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, adalah esensi demokrasi lokal. Namun, apakah aspirasi masyarakat Jambi, terutama dari daerah terpencil, benar-benar terserap dan diperjuangkan dalam kebijakan publik? Seringkali, proyek-proyek besar diputuskan tanpa partisipasi publik yang memadai, atau justru hanya menguntungkan segelintir pihak. Apakah ruang-ruang dialog dan musyawarah benar-benar dibuka selebar-lebarnya, atau hanya menjadi formalitas semata?


Terakhir, dan yang paling menguji adalah Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ini adalah janji yang paling ditunggu oleh masyarakat Jambi. Kita masih melihat kesenjangan yang mencolok. Infrastruktur jalan yang rusak parah di banyak pelosok, sulitnya akses pendidikan dan kesehatan yang layak bagi masyarakat di daerah terpencil, hingga potensi sumber daya alam yang melimpah namun belum sepenuhnya mensejahterakan rakyatnya. Apakah hasil bumi Jambi hanya dinikmati oleh segelintir pihak, sementara masyarakatnya masih bergulat dengan kemiskinan dan keterbatasan?


Maka, di Hari Pancasila ini, refleksi kita di Jambi harus lebih dari sekadar upacara. Ini adalah panggilan kritis kepada Gubernur, bupati/wali kota, hingga seluruh jajaran pemerintah daerah untuk benar-benar menagih janji dan mengimplementasikan Pancasila dalam setiap langkah. Bukan hanya retorika manis di pidato, melainkan tindakan nyata yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat. Karena Pancasila adalah cermin bagi kita semua, terutama bagi para pemimpin di Jambi, untuk selalu kembali pada jalan yang benar, jalan yang adil, dan jalan yang memihak pada kesejahteraan seluruh rakyat Jambi. Tanpa introspeksi dan kemauan untuk berubah, Pancasila di Jambi hanya akan menjadi catatan sejarah, bukan lagi pedoman hidup.

Komentar

Tampilkan

Terkini

Politik

+